Dear all Mahasiswa TPL Generasi ke-4

Peu na haba Surya? Apo kaba Uni Oza? Ape kabar Aon? Po kabar Pia? Apo kabah Tika? Nyow kabagh Andy Tuti?

Setahun lebih kita terpisah, jarak dan waktu. Bagaimana rasanya? Apa kalian memiliki rasa yang sama seperti apa yang aku rasa? Rindu yang amat mendalam membuncah tidak tersalurkan, hanya memandang kalian saja lewat foto sambil membayangkan kebersamaan dulu, hanya itu saja. Kalian tentu bahagia dapat menginjak lagi tanah sumatra yang subur itu, kembali berkumpul dengan keluarga disana.

Kepriwe kabare Desi? Piye kabare Erlin dan Bekti?

Setiap waktu menjadi hari-hari yang berat untuk aku jalani, mengingat dengan mudahnya kita dipisahkan. Padahal perkenalan kita cukup panjang untuk bisa saling memahami satu sama lain. Kita sama-sama memiliki kelemahan dan kelebihan dan kita saling menghargai itu, rasanya aku bangga memiliki kalian sepanjang masa untuk selalu diingat dan dikenang, karena mungkin untuk bertemu dan bertegur sapa tidak bisa.

Yok opo kabare Tia, Bagus, Ula dan Apri? Kalendai riko Andri? 

Sudah lama kita tidak bersenda gurau ya? Seakan-akan kita lupa bahwa gurauan kita sampai saling menyinggung perasaan kita masing-masing. Tapi dengan ikhlas kita bisa saling memaafkan. Mungkin karena kita terlampau dekat, jadi kita terkadang melupakan perasaan. Aku bangga memiliki kalian karena tidak ada yang menyenangkan dibandingkan bersenda gurau dengan kalian.

Kayapa habar pian Mirta dan Bambang? 

Kalian adalah gen terbaik dari generasi kita, tinggi-tinggi dan sehat. Aku selalu memiliki ketakutan tersendiri bersama kalian, mungkin karena asal kalian dari kalimantan, ya sih mitos yang berkembang di Jakarta "Jangan sampai menyinggung perasaan orang kalimantan, mereka sakti...." Di dukung lagi dengan film perawan sebrang semakin aku menjaga jarak. Tapi kalian berbeda, tidak seperti yang aku duga tersebut sebelumnya. Kalian ramah dan sopan, juga paling penting berwawasan luas. Aku bisa mengeruk keuntungan berupa ilmu dari kalian berdua.

Nuapa kareba Ayhu?

You so spesial ya, berangkat dari pulau sulawesi sendiri. Aku sempat terkecoh oleh paras cantikmu loh. Aku pikir kamu orangnya cuek, sombong dan dewasa. Tapi semuanya terpentalkan sejak pertama kita kenalan, kamu ramah dan baik tapi juga rada childish. Beberapa kali terjadi pertengkaran karena perbedaan budaya tidak begitu berarti, karena tanpa saling minta maaf biasanya kita sudah bisa saling akrab kembali. Aku jadi ingin tertawa sendiri jadinya. Ayo kita ke green canyon lagi kalau ada kesempatan.

Buhe haba Bima? Berembe kabar Iki? Kamu pu kabar kermana Ridwan?

Aku selalu senang kalo kalian bicara pakai bahasa daerah, suka meresapi sendiri betapa kaya akan bahasa negeri kita ya. Maaf ya, apabila ada torehan luka di hati kalian karena sifat dan sikapku. Aku bangga dengan bima yang tidak pernah kehilangan identitas diri sebagai orang NTB, begitu pula Ridwan yang telah cukup berhasil membuat aku bersenandung ria menyanyikan lagu pop daerahmu dan Iki yang sudah membuktikan diri bahwa kamu pebisnis sejati. 

Ale kabar bagaimana Dea dan Wati?

Su lama tidak tertawa terbahak-bahak ya kita, seakan-akan bumi ini milik kita saja sedang yang lain mengontrak. Kayaknya hanya sekali seumur hidupku untuk bisa dapat teman sebaik kalian, pengertian dan perhatian. 

Nara goretelo Ila? 

Pertamanya aku kecewa dengan kamu, karena kamu tidak seperti ekspektasiku. Aku pikir Diana Ardila dari Merauke itu berkulit gelap dan berambut kriting seperti orang asli dari Papua yang aku ketahui selama ini. Tapi meskipun kamu tidak asli orang Papua, toh gerak-gerik dan bahasamu mewakilkan orang Papua, dan aku bangga padamu karena kamu selalu tampak ceria, seakan-akan kamu tidak memiliki masalah apapun.

Kumaha damang Ashof, Ade, Rachman, Syarif dan Mega?

Setidaknya kita pernah bertemu sekali ya Shof di BDI Reg 3 Jakarta, terus kita tergabung dalam satu kelompok yang paling kacrut. Meskipun setiap bulan kita diberi kesempatan untuk bertemu di Bandung, tapi rasanya masih kurang saja ya. Mungkin karena kita terbiasa bersama-sama selama tiga tahun pada masa kuliah. Saat ngobrol, rasanya canggung apabila menggunakan bahasa Indonesia, karenya saat kita berkumpul kita berbicara dalam bahasa sunda sampai orang lain terheran-heran dengan bahasa yang kita gunakan. Kalian adalah panutan buatku, untuk lebih survive dan bersyukur untuk menjalani hidup. Kita lewati kesenangan dan kesehidan bersama sebagai perantau dari Jawa Barat.

Aku tahu, kalian memiliki kesibukan sendiri-sendiri tentang tugas sebagai TPL di dinas daerah kalian atau mungkin sebagai pengusaha yang menjajaki kesuksesan. Surat terbuka ini adalah rasa rindu yang aku tuangkan karena terlalu lama menahannya.

Rasanya baru kemarin kita bertemu ya? Kita saling bertatapan dan memperkenalkan diri dengan lugu. Kalian ingat masa OSPEK kita di kampus? Kita sangat lugu dan menyedihkan sekali dengan topi caping dan atribut OSPEK lainnnya. Tapi kita bahagia, sampai-sampai tiap sehabis OSPEK kita berfoto bersama, aku masih menyimpan itu semua dan jadi kenangan yang manis.

Wajah lugu kita pada bulan pertama di Jakarta
 Setiap hari kita lewatkan untuk selalu bersama, berjalan bersamaan menuju kampus seperti sekawanan bebek. Tapi kita tidak merasa risih dan malu, sekalipun kita datang dari daerah dan kampung tidak lantas membuat kita berpenampilan sok kota. Kita tetap apa adanya seperti kita saat di daerah. Hari demi hari kita semakin akrab, saking akrabnya kita punya nama panggilan yang ngetren seperti "Dung dung" "Dodol" "Cuk" "Cuy".

Kita masih tetap manusia biasa yang memiliki rasa emosi dan egois, hal itu yang sering menjadikan pertengkaran diantara kita. Kalian coba ingat-ingat pertengkaran-pertengkaran yang terjadi, antar kubu ataupun antar pribadi. Semuanya kita pernah rasakan, namun tidak lantas menjadikan kita saling bermusuhan dan menjauh satu sama lain, justru kita semakin sangat dekat. Bagiku, kalian adalah sosok keluargaku di Jakarta. Kita selalu ingat untuk saling memberi perhatian apabila ada diantara kita yang sakit, kita tahu rasanya jauh dari keluarga sangat menyedihkan, maka dari itu kita saling memantaskan diri untuk dianggap sebagai keluarga.

Ada saatnya pula kita tidak saling bersama karena memasuki tahun kedua di Jakarta kita memiliki kesibukan masing-masing, meskipun kita tahu perpisahan adalah kepastian. Aku ingin memgulang waktu untuk lebih menghargai waktu untuk kebersamaan kita.

Kita selalu bahu-membahu dalam mengerjakan tugas, saling memberi penjelasan atas ketidakfahaman kita masing-masing. Dan kita selalu berhasil melewati semua itu dengan baik.

Gladi bersih sebelum pentas International Trade Expo APP


Momen yang paling tidak terlupakan adalah kebersamaan kita dalam menampilkan kesenian daerah pada acara "International Trade Expo" Kita berhari-hari berlatih untuk menampilkan yang terbaik, dari sana aku lebih bisa mengenal lebih jauh bahasa sehari-hari yang kalian gunakan. Pada saatnya tiba pementasan, kita sangat bangga meskipun setelahnya kita harus mengikuti satu mata kuliah, kita tidak terbebani, kita sangat bahagia.

Sesampainya kita di Yogyakarta


Kita juga pernah tidur bersama dalam perjalanan ke Yogyakarta, kita bisa saling tahu wajah asli kita lucunya saat tertidur, sayup-sayup terdengar suara dengkuran kita tidak mengindahkan itu. Kita lupa bahwa dikursi depan ada pembimbing dari kampus, tapi dengan seenaknya kita bernyanyi dan menari didalam bis. Kita benar-benar menikmati perjalanan panjang ke Yogya, meskipun diantara kita ada yang tidak suka naik bis tapi kita mencoba memberikan ekspektasi senyaman mungkin.
 
Kita menggunakan seragam kerja

Kalian ingat saat kita kerja tiap week end di Pemancingan dengan kos? Tidak semata-mata untuk lembaran uang, tapi untuk menambah pengalaman dan merasakan bagaimana rasanya bekerja. Orang tua kalian tau? Saat itu kita sebagai pelayan, menjajakan makanan dan minuman kepada pengunjung pemancingan. Sebagian lagi berapa di kitchen untuk membantu membuatkan minuman dan makanan, kita sadar ya repotnya menangani pelanggan. Para pria sibuk melepaskan kail dari mulut ikan yang tertangkap oleh pemancing, aku pernah terluka pada tangan karena sirip ikan yang tajam. Selama bekerja juga tidak semudah yang kita bayangkan, banyak diantaranya pengunjung yang nakal, adapula pengunjung yang tidak sabar menunggu pesanannya. Tapi kita bisa melewati itu, menjadi pengalaman yang sangat berharga. Sekaligus lewat surat terbuka ini aku ingin berterima kasih kepada Bapak pemilik kos yang telah berbaik hati kepada kami untuk memberikan kesempatan-kesempatan berharga untuk kami, termasuk pula mengumpulkan kita pada setiap kesempatan yang ada.

Aku baru sadar, kalian sekarang telah jauh dari pandangan mata. Hanya getaran rindu yang selalu berkecamuh dalam dada, aku menyesali diri setiap hari tidak pernah berusaha menjadi sahabat terbaik buat kalian semua. Aku ingin menatap kalian lagi dan meminta maaf.

Mari kita meraih mimpi kita masing-masing. Menjadi pengusaha yang sukses, PNS yang jujur, guru yang cerdas, pegawai bank yang supel, meraih gelar sarjana sampai Phd.

Terakhir, Mari ceritakan kisah kita pada anak cucu kita nanti, bahwa kita meskipun jauh tapi pernah sangat dekat dan lekat. Ceritakan tentang persahabatan yang abadi dan berikan nasihat agar memanfaatkan waktu sebaik mungkin dengan orang disekitar kita sebelum terpisahkan jarak. 

Ila, Ayhu, Ridwan, Yowan, Bams, Tia


                                      
Yow/red